27/08/2010

SAHABAT SELAMANYA (cerpen)

ini cerpen yang aku bikin pas smp, udah lama banget, tapi aku cuma mau sekedar berbagi aja, check this out yah guys ^.^

Di sebuah komplek perumahan, ada sekumpulan anak laki-laki yang selalu bermain bersama. Dan hingga pada suatu saat, “Eh teman-teman, selama ini kita udah sering main layang-layang, main kelereng, udah main petak umpet, main segala macem, tapi kita belum pernah main sepeda kan? Gimana kalo kita main sepeda, ya kayak anak-anak di komplek sebelah?”, usul Genta. “Bener banget, kalo besok kita main sepeda pasti seru tuh!”, sambung Toni. “Sip, sip, gimana teman-teman setuju nggak nih?”, lanjut Ferry. “So Pasti!”, jawab semua. Namun dibalik semua semangat itu, ada seorang anak diantara mereka yang bernama Heri, ia tidak sesemangat yang lainnya karena ia menyembunyikan ketidak mampuannya mengendarai sepeda dari teman-temannya karena ia takut ditertawai.
Hari sudah menjelang malam, saat bermain pun selesai, semua anak kembali pulang ke rumah masing-masing, demikian juga Heri. Dan dalam perjalanan pulang, “Aduh, giamana nih? Aku nggak bisa naik sepeda padahal ayah sudah membelikanku sepeda dua bulan lalu, giamana nih? Aku takut diketawain sama temen-temen”, ujarnya dengan ketakutan.
Tanpa terasa hari esok pun telah tiba, seluruh anak-anak itu telah berkumpul di lapangan komplek tempat tinggalnya untuk bermain sepeda bersama. Semua anak membawa sepeda kebanggaannya masing-masing, tidak ketinggalan juga Heri. Tapi ia hanya menggiring sepedanya karena ia tidak bisa mengendarainya.
Sebelum mulai bermain, mereka berunding dan kemudian sepakat untuk berlomba mengendarai sepeda. Heri yang sebenarnya tidak sepakat terpaksa menyetujuinya karena takut ditertawakan. “Aduh mati aku! Gimana nih? Tapi kalo aku nggak setuju aku bakalan diketawain habis-habisan sama temen-temen. Lebih baik aku diem aja deh”, ujarnya dalam hati. “Ayo kita mulai!”, sahut Ferry. “Aku hitung ya, satu, dua, tiga!”, sambung Genta. Semua sudah berlomba mengayuh sepedanya masing-masing. Dan, “Aaaa!” Heri jatuh dari sepeda dan masuk ke selokan. Teman-temannya spontan langsung berhenti, dan sesuai dengan dugaan sebelumnya, “Ha, ha, ha!”, mereka menertawai Heri yang sedang jatuh kesakitan. Kecuali Bias, Bias juga berhenti, namun ia menolong Heri dan kemudian mengantarnya pulang ke rumah, “Ayo Her, aku antar kamu pulang! Kamu nggak baik ada di sini. Nanti lukamu juga bisa infeksi kalo nggak cepet diobatin”, ia tidak tega Heri diperlakukan seperti itu.
Seminggu kemudian, Bias pergi ke rumah Heri, ia ingin mengajari Heri mengendarai sepeda. “Heri, Heri, main sepeda yuk!”, teriak Bias. Sambil keluar rumah dan membuka pintu depan rumahnya Heri menjawab, “Ya, ya, sebentar. Hmm, sorry ya Bias, aku kan nggak bisa main sepeda”. “Nggak masalah, aku bakal ngajarin kamu kok!”, ujar Bias. Heri masih ragu, “Tapi kalo nanti aku diketawain lagi ama temen-temen gimana? Aku kan malu Bias. Trus kalo nanti aku jatuh lagi gimana?”. “Aduh Her, yang lainnya tuh lagi pada nggak main. Jadi cuma kita yang main sepeda di komplek ini. Tenang aja deh, kamu nggak akan kenapa-kenapa kok!”, jelas Bias. “Yaudah deh!”, jawab Heri. “Gitu dong, itu baru Heri namanya!”, puji Bias.
Tanpa pikir panjang merekapun langsung bermain sepeda bersama. Sejak saat itu mereka menjadi sahabat sejati. Dan ketika Heri berhasil menyeimbangkan sepedanya ditengah keseriusannya mengayuh sepedanya itu, ia langsung memberi kode persahabatan yang telah mereka ciptakan bersama kepada Bias. Itu pertanda jika ia telah berhasil. Semakin hari Heri semakin lancar mengayuh sepedanya. Dan itu semua karena perjuangan Bias yang begitu sabar mengajari Heri. Mereka berdua jadi sering bermain sepeda bersama. Heri sudah tidak malu dan minder lagi karena ia sudah bisa mengendarai sepeda.

17 tahun kemudian,

Di umurnya yang ke-26, Heri sudah bersekolah di pelatihan atlet
sepeda nasional selama 2 tahun. Heri sudah
memboyong medali emas dalam perlombaan
sepeda tingkat nasional untuk daerahnya beberapa
waktu yang lalu. Ia sudah menjadi sangat ahli
mengendarai sepeda karena ia sekarang adalah atlet
sepeda ternama. Tak lama lagi ia pun akan mewakili Indonesia di perlombaan sepeda tingkat internasional yang akan berlangsung 2 bulan lagi.
Bias, sahabat Heri, telah memasuki umur yang ke-27. Meski Bias masih berusia muda, ia sudah menjadi seorang manager perhotelan di sebuah hotel yang berlokasi di ibukota. Walaupun Bias sudah menjadi seseorang yang amat berada atau seseorang yang high class. Ia tetap sering menemui Heri, ia bahkan sering menemani Heri saat sedang berlatih menjelang datangnya perlombaan. Tali persahabatan mereka tetap erat dan tidak pernah putus.
Suatu saat ketika jam istirahat dalam latihan sepeda yang dijalani Heri, “Gimana Her, apa kamu yakin udah siap ikut perlombaan ini?”, tanya Bias. “Aku yakin banget! Ini adalah ajang dimana aku mesti buktiin kepada semua orang kalo aku bisa!”, jawab Heri dengan yakin. “Ya, aku yakin kamu pasti bisa, tapi kamu tidak pernah boleh absen berlatih lho, karena kamu pasti akan gagal. Dan jika nanti kamu menang kamu tidak boleh besar kepala ya, jika kamu berlaku seperti itu, kesuksesan kamu tidak akan bertahan lama”, tegas Bias. Dengan begitu yakin Heri menjawab, “Aku janji akan melakukan semua yang kamu bilang itu Bias, karena aku yakin seorang sahabat pasti akan bahagia jika sahabatnya juga bahagia”.
2 bulan kemudian, saat yang dinanti pun tiba. Ajang perlombaan sepeda tingkat internasional diadakan di Paris, Perancis. Heri beserta rombongan pergi dengan membawa nama baik Indonesia. Mereka sudah siap bersaing dengan negara-negara lain dalam turnamen ini. Mereka sudah siap kalah dan siap memenangkannya.
Di tempat lain Bias juga berangkat ke Paris untuk memberi semangat kepada Heri. Ia tidak ingin melewatkan kesempatan ini. Ia ingin memberikan yang terbaik untuk sahabat setianya itu.
Ketika lomba dimulai, semua atlet dari berbagai negara berlomba mengayuh sepedanya untuk mencapai posisi depan. Demikian juga Heri, ia juga berjuang mengayuh sepedanya. Tidak ada lagi Heri yang terjatuh ke selokan. Yang ada saat ini hanya Heri yang terdepan. Heri yang tak terkalahkan. Selama 3 jam berlangsungnya perlombaan, dan saat yang ditunggu siapakah pemenangnya dan akhirnya Heri yang mencapai pita kemenangan pertama kali. Dan itu artinya pemenang turnamen itu adalah Heri. Ia sangat bahagia karena telah mencapai apa yang selama ini ia impikan.
Saat di panggung kemenangan, ia dengan bangga menampilkan prestasinya atas nama bangsa Indonesia di depan bangsa-bangsa lainnya dari seluruh penjuru dunia. Ia mengangkat pialanya tinggi-tinggi. Ia pun tidak lupa menampilkan kode persahabatannya kepada Bias yang juga hadir disana. Sesaat setelah momen puncak turnamen itu, Heri diminta untuk berkomentar atas kemenangannya, ia mengucap terima kasih pertama kali kepada pelatih sepeda pertamanya, yaitu Bias. “Saya ingin berterima kasih banyak kepada pelatih kesayangan saya sejak kecil, dia adalah Bias, sahabat sejati saya, tanpanya mungkin saat ini saya hanya seseorang yang tidak pernah bisa mengendarai sepeda, dan tanpanya saya tidak mungkin akan berdiri di sini saat ini, sekali lagi terima kasih my best friend, Bias!”, seru Heri. Bukan main bangganya Bias saat itu. Ia bangga bisa bersahabat dengan Heri dan mengajari salah satu putra peraih prestasi olahraga untuk bangsa Indonesia itu. Mereka pun terus bersahabat untuk selama-lamanya.
Dan mereka, Bias dan Heri, adalah salah satu contoh sahabat sejati selamanya untuk bangsa Indonesia.

kalo bahasanya rada baku sori, namanya juga udah jaman dulu, hehe

2 comments:

Dewi Ayu Saputri Radcliffe said...

kereen kak :)

dunia kecil indi said...

ayo update lagi dong blog'nya :)
aku juga kadang buka2 lagi tulisan pas masih SD/SMP. suka ketawa2 sendiri baca gaya bahasanya yg "culun" :)

Cute Spinning Flower Red